Menu
Your Cart
Mahkamah Agung di Ambang Keputusan Besar: TikTok Terancam Dilarang di AS

Mahkamah Agung di Ambang Keputusan Besar: TikTok Terancam Dilarang di AS

Pengadilan banding federal pada Jumat (13/12) menolak untuk menghentikan sementara undang-undang yang berpotensi melarang penggunaan TikTok di Amerika Serikat. Keputusan ini membuka jalan bagi perselisihan hukum di Mahkamah Agung mengenai apakah undang-undang tersebut dapat diterapkan sementara proses hukum terkait platform media sosial itu berlangsung.

Pekan lalu, Pengadilan Banding Sirkuit DC secara bulat mendukung undang-undang tersebut, memungkinkan penerapannya mulai 19 Januari mendatang. Beberapa hari setelah putusan tersebut, TikTok mengajukan permohonan agar pengadilan menunda sementara pelarangan itu sambil menunggu peninjauan gugatan mereka oleh Mahkamah Agung.

Namun, permohonan tersebut ditolak melalui perintah singkat yang tidak ditandatangani, dengan alasan bahwa penghentian sementara tidak memiliki dasar yang kuat. Undang-undang ini mewajibkan ByteDance, induk TikTok, untuk menjual platform tersebut kepada pemilik yang bukan warga negara China atau menghadapi pelarangan total di wilayah Amerika Serikat.

Jika undang-undang berlaku setelah tenggat waktu Januari, layanan internet dan toko aplikasi di Amerika Serikat dapat dikenakan sanksi berat apabila masih menyediakan akses ke TikTok. Undang-undang tersebut juga memberi presiden kewenangan untuk memberikan perpanjangan satu kali atas tenggat waktu tersebut.

TikTok menyatakan bahwa jika permohonan banding mereka gagal, mereka akan meminta Mahkamah Agung segera mengambil tindakan darurat untuk memblokir undang-undang tersebut. Permintaan ini dapat diajukan kapan saja.

Dalam dokumen pengadilan, pengacara TikTok berargumen bahwa jika undang-undang tersebut tidak diblokir sementara, Mahkamah Agung mungkin harus menangani kasus ini dalam waktu singkat, bahkan selama masa liburan. Mereka meminta pengadilan memberikan putusan sementara agar proses hukum dapat berlangsung dengan lebih tertib.

Di sisi lain, pemerintahan Presiden Joe Biden meminta pengadilan banding untuk tidak memberikan penundaan atas undang-undang tersebut, menyatakan bahwa langkah itu dapat menunda proses hukum selama berbulan-bulan dan secara efektif menghentikan pemberlakuan undang-undang tanpa batas waktu.

Undang-undang ini, yang disahkan dengan dukungan bipartisan oleh Kongres awal tahun ini dan ditandatangani pada April, muncul akibat kekhawatiran lama di Washington bahwa ByteDance, sebagai perusahaan berbasis di China, menimbulkan potensi risiko keamanan nasional.

Dalam putusannya, Pengadilan Banding Sirkuit DC menyatakan bahwa undang-undang tersebut tidak melanggar Konstitusi AS dan memenuhi standar hukum yang dikenal sebagai pengawasan ketat. Standar ini diterapkan untuk menilai apakah pembatasan pemerintah terhadap kebebasan berbicara dapat dibenarkan.

Keputusan pengadilan menyebut bahwa undang-undang tersebut merupakan hasil dari langkah-langkah bipartisan yang signifikan oleh Kongres dan pemerintah sebelumnya, yang dirancang untuk menangani pengaruh pihak asing dengan hati-hati. Selain itu, keputusan ini disebut sebagai bagian dari upaya lebih luas untuk mengatasi ancaman keamanan nasional.

Namun, pihak TikTok menyatakan bahwa Mahkamah Agung harus memberikan keputusan akhir terkait masalah hukum penting yang ada dalam kasus ini. Mereka berpendapat bahwa undang-undang tersebut mungkin menjadi contoh langka dari kebijakan yang lolos dari pengawasan ketat, sebuah klaim yang mereka anggap layak untuk ditinjau oleh Mahkamah Agung.

Sementara itu, ByteDance sendiri telah memberi sinyal sebelumnya bahwa perusahaan tidak berniat menjual TikTok.

Comments (0)

    Leave Your Comment